Friday, 28 September 2012

Waspadai, Penyakit Busuk Batang pada Tanaman Tembakau

Para petani tembakau akhir-akhir ini banyak mengeluh. Mereka bukan saja petani tembakau virginia yang ada di Blitar maupun Mojokerto, namun juga petani tembakau Deli di Sumatera. Keluhan ini bukan tidak beralasan karena apa yang mereka alami dan hadapi saat ini benar-benar telah menurunkan produktivitas tembakau yang mereka tanam. Keluhan mereka adalah adanya serangan penyakit pada tanaman tembakau yang tiba-tiba layu dan terjadi pembusukan pada empulurnya. Pembusukan ini ditandai dengan busuknya pangkal batang dasar permukaan tanah yang berwarna coklat. Bila tanaman ini dicabut, maka pada empulur akan kosong dan batang tembakau menjadi berlubang.
Apa yang dialami para petani tembakau tersebut tidak lain disebabkan oleh penyakit yang bernama busuk batang berlubang. Seperti apa sebenarnya penyakit busuk batang berlubang yang ganas tersebut? Gembong Dalmadiyo, staff peneliti Balitas Malang dan Erwin dkk , peneliti dari Balai Penelitian Tembakau Deli mengungkapkan, bahwa penyakit busuk batang berlubang atau yang disebut busuk tangkai, busuk kali maupun Hollow Stalk tersebut disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovora. Biasanya penyakit ini menyerang tanaman yang memiliki jaringan lunak khususnya tembakau. Tingkat serangan paling parah terjadi pada kondisi kelembaban tanah yang tinggi dengan kondisi cuaca yang cukup basah saat musim penghujan. Penyakit ini terjadi akibat adanya infeksi patogen saat tanaman tembakau terluka akibat pemotongan pucuk, tunas samping ataupun pengutipan daun yang merupakan pintu masuk bakteri pada tembakau. Pada saat tanaman tembakau terluka, otomatis pengaruh cuaca, nematoda, dan hewan lainnya dapat masuk melalui lubang alami dan membawa bakteri Erwinia carotovora tersebut kedalam jaringan yang terluka. Bakteri yang masuk melalui luka ini akan terus berkembang dalam ruang antar sel serta menghasilkan enzim pektolitik yang dapat mencerna jaringan tanaman inang. Akibatnya tanaman inang akan mengalami penurunan dan lama – kelamaan akan mengalami pembusukan. Dengan didukung kelem-baban yang tinggi dan cuaca yang dingin, perkembangbiakan bakteri akan lebih cepat sehingga patogen akan lebih cepat menyebar ke seluruh tanaman yang pada akhirnya menyebabkan busuk pada batang tembakau.
Merugikan
Gembong Dalmadiyo, staff peneliti Balitas Malang mengatakan bahwa dengan adanya penyakit tersebut, telah mengakibatkan kerugian yang cukup besar yaitu ; besarnya kerugian pada tembakau cerutu besuki na oogst (BESNO) tahun 1998 adalah 17-25% terjadi busuk gagang di gudang pengering (gudang atap), pada tahun 1999 sebesar 14-42% pada tembakau cerutu besuki bawah naungan (TBN) yang ditanam di bekas lahan melon,jagung, dan ketimun, serta pada tahun 2000 sebesar 10 – 90 % pada TBN yang ditanam pada areal bekas lahan jagung, cabai, kacang panjang, sawi dan kenikir sayur. Dengan adanya serangan tersebut jelas akan mengurangi produksi maupun kualitas tembakau yang diha-silkan yang pada gilirannya akan menurunkan tingkat pendapatan di petani.
Gejala dan Penyebaran
Gembong Dalmadiyo mengungkapkan bahwa para petani tembakau kerap kali belum mengetahui persis gejala pe-nyakit ini, karena pada gejalanya hampir mirip dengan penyakit lanas. Padahal antara kedua penyakit tersebut sangat berbeda karakteristik gejala serangan maupun pengendaliannya. Menurutnya, ada beberapa gejala yang bisa dikenali pada penyakit busuk batang berlubang ini yang dapat dibedakan dengan penyakit lanas antara lain : pada daunnya, ditandai dengan daun layu pada satu sisi atau tanaman layu pada satu sisi, sedangkan pada batangnya ditandai dengan pangkal batang dekat permukaan tanah menjadi busuk yang ditandai dengan perubahan warna coklat pada satu sisi batang sampai di atas. Pada empulurnya terjadi pembusukan dan terlepas sehingga batang akan berlubang.
Penyebaran bakteri Erwinia carotovora ini melalui serangga, nematoda, angin atau hewan lainnya yang masuk melalui lubang alami pada tanaman tembakau. Sel bakteri yang masuk ini akan berkembang biak dalam ruang antar sel yang selanjutnya akan merusak jaringan tanaman dan menimbulkan penyakit. Dengan didukung kelembaban yang tinggi dan suhu yang rendah, perkembangbiakan dan penyebaran bakterinya akan lebih cepat.
Tanaman yang terserang bakteri ini akan ditandai dengan layunya daun-daun bagian atas dan bila hal itu dibiarkan , infeksi akan menjalar ke bawah. Daun-daun yang terserang bakteri tersebut secara langsung akan menyebarkan penyakit melalui sentuhan pada tanah maupun luka pada batang, akibatnya penyakit ini meluas ke batang sehingga pangkal batang berwarna hitam.
Pengendalian
Upaya pengendalian yang dapat dilakukan pada penyakit ini antara lain :
  1. Pemilihan lahan hendaknya memilih bekas lahan yang ditanami padi selama dua musim tanam.
  2. Pemberian kapur pada tanah karena lahan yang memiliki kadar Ca tinggi mempunyai tingkat serangan bakteri busuk batang berlubang yang lebih rendah.
  3. Pencegahan dan pengendalian dapat pula dilakukan dengan cara menanam tembakau pada gulud semu.
  4. Untuk mengurangi/membasminya dapat pula dengan menyiram Agrimycin 15/1,5WP dengan konsenstrasi 0,1 g/liter air yang dikombinasikan dengan fungisida yang mengandung Cu seperti Kocide 54WP konsentrasi 1-2 gr formulasi /liter air masing-masing digunakan sebanyak 50 ml/lubang tanam.
Sementara menurut Erwin dkk, pengendalian bakteri ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
  1. Kelembaban di pembibitan dikurangi apabila ditemukan adanya satu atau dua tanaman bergejala busuk batang.
  2. Melakukan penyeleksian bibit pada saat bibit akan dipindahkan ke lapangan. Bibit yang pangkalnya berwarna hitam harus segera dimusnahkan.
  3. Hati-hati dalam melakukan pemetikan daun untuk mencegah masuknya bakteri Erwinia carotovora terutama pada saat hygenis plugh. Untuk dilapangan, sanitasi perlu dilakukan dengan cara membersihkan tanaman bergejala dan membuang ke luar areal.
  4. Di dalam bangsal, bakteri dapat menular melalui tali, jarum atau tikar. Untuk menghindari penularan ini dapat dilakukan dengan pencelupan tali ke dalam larutan Streptomycin sulfat sebelum tali digunakan untuk menggantung tembakau.
  5. Pengaturan sirkulasi udara di dalam bangsal untuk mengurangi kelembaban yang terlalu tinggi terutama pada curah hujan yang tinggi.
(Gembong Dalmadiyo, Erwin, Ryanto, dan Robert Sitepu, staff Peneliti Balai Penelitian Tanaman Serat Malang dan staff peneliti Balai Penelitian Tembakau Deli Medan)


Sumber:
http://ardiant181.wordpress.com

0 comments:

Post a Comment